Wajahnya selalu berseri. Matanya bersinar. Tubuhnya tinggi kurus.
Badang bahunya kecil. Setiap mata senang melihat kepadanya. Dia selalu ramah
tamah, sehingga setiap orang merasa simpati kepadanya. Disamping sifatnya yang
lemah lembut, dia sangat tawadhu’ (rendah hati) dan sangat pemalu. Tetapi bila
menghadapi suatu urusan penting, dia sangat cekatan bagaikan singa jantan
bertemu musuh. Dialah kepercayaan ummat
muhammad. Namanya ‘Amir bin ‘Abdillah bin jarrah Al-Fahry Al-Qurasyi, dipanggil
“Abu ‘Ubaidah”.
‘Abdullah bin ‘Umar pernah bercerita tentang
sifatnya yang mulia, katanya:ada tiga orang kuraisy yang sangat cemerlang
wajahnya, tinggi akhlak dan sangat pemalu. Bila bercerita, mereka tidak pernah
dusta. Dan apabila orang bercerita kepada mereka, mereka tidak cepat-cepat
mendustakan. Mereka itu iala: Abu Bakar Shiddiq, ‘Utsman bin ‘Affan, dan Abu
‘Ubaidah bin jarrah.
Abu ‘Ubaidah termasuk kelompok pertama yang
masuk islam. Dia masuk islam di tangan Abu Bakar Shiddiq, sehari sesudah abu
bakar masuk islam. Waktu itu beliau menemui Rasulullah SAW. Bersama-sama dengan
‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Utsman bin Mazh’un dan Arqam bin Abi Arqam untuk
mengucapkan syahadat di hadapan beliau. Karena itu mereka tercatat sebagai
tiang-tiang pertama dalam pembangunan mahligai islam yang agung dan indah.
Dalam kehidupannya sebagai muslim, Abu ‘Ubaidah mengalami masa penindasan yang
keras dari kaum quraisy terhadap kaum muslimin di makkah, sejak permulaan
sampai akhir. Dia turut menderita bersama-sama kaum muslimin yang mula-mula,
merasakan tindakan kekerasan, kesulitan dan kesedihan, yang tak pernah
dirasakan oleh pengikut agama-agama lain di muka bumi ini. Walaupun begitu, dia
tetap teguh menerima segala macam cobaan. Dia tetap setia dan membenarkan
Rasulullah pada setiap tenggangan orang
disituasi dan kondisi yang berubah-rubah.
Bahkan ujian yang dialami Abu ‘Ubaidah dalam
peran badar, melebihi segala macam kekerasan yang pernah kita alami. Abu
‘Ubaidah turut berperang dalam perang badar. Dia menyusup ke barisan musuh
tanpa takut mati. Tetapi tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan
mengejarnya kemana dia lari. Terutama seorang laki-laki, mengejar Abu ‘Ubaidah
dengan sangat beringas kemana saja. Tetapi Abu ‘Ubaidah selalu menghindar dan
menjauhkan diri untuk bertarung dengan orang itu. Orang itu tidak mau berhenti
mengejarnya.
Setelah lama berputar-putar, akhirnya Abu
‘Ubaidah terpojok. Dia waspada menunggu orang yang mengejarnya. Ketika orang
itu tambah dekat kepadanya, dalam posisi yang tepat, Abu ‘Ubaidah mengayungkan
pedangnya tepat di kepala lawan/musuh. Orang itu jatuh terbanting dengan
kepalah belah dua. Musuh itu tewas seketika di hadapan Abu ‘Ubaidah. Siapakah
lawan Abu ‘Ubaidah yang sangat beringas itu?
Di atas.
Mungkin anda ternganga bilah mengetauhi musuh yang tewas di tangan Abu ‘Ubaidah
itu taklain adalah “Abdillah bin Jarrah” ayah kandung Abu ‘Ubaidah.
Abu ‘Ubaidah tidak membunuh bapaknya. Tetapi
membunuh kemusyrikan yang bersarang dalam pribadih bapaknya. Berkenaan dengan
kasus Abu ‘Ubaidah tersebut, Allah SWT. Berfirman sebagai tersebut :
“kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari kiamat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau
anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan
dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa
puas terhadap limpahan rahmat-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketauhilah
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Qs. Al-Mujadalah:
22).
Ayat di atas tidak menyebabkan Abu ‘Ubaidah
membusungkan dada. Bahkan menambah kokoh imannya kepada Allah dan ketulusan
kepada agama. Orang yang mendapat gelar “kepercayaan ummat muhammad” ini
ternyata menarik perhatian orang-orang besar, bagaikan besi berani menarik
logam di sekitarnya. Muhammad bin ja’far menceritakan, “pada suatu ketika
utusan kaum nasrani datang menghadap Rasulullah, kata mereka, “ya, Aba Qasim!
Kirimlah bersama kami seorang sahabat anda yang anda pandang cakap menjadi
hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang
menerima putusan yang ditetapkan kaum muslimin.”
Jawab Rasulullah, “datanglah nanti depang,
saya akan mengirimkan bersama kalian orang kuat yang terpercaya.” Kata ‘Umar
bin Khathtab, “saya pergi shalat dhuhur lebih cepat dari biasa. Saya tidak
ingin tugas itu diserahkan kepada orang lain, karena saya ingin mendapatkan
gelar “orang kuat terpercaya”. Sesudah selesai shalat dhuhur, Rasulullah
menengo ke kanan dari ke kiri. Saya agak menonjolkan diri supaya Rasulullah
melihat saya. Tetapi beliau tidak melihat lagi kepada kami. Setelah beliau
melihat Abu ‘Ubaidah bin Jarrah, beliau memanggil seraya berkata kepadanya,
“pergilah engkau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka
perselisihkan.” Maka pergilah Abu ‘Ubaidah dengan para utusan nasarani
tersebut, menyandang gelar “orang kuat yang terpercaya”.
Abu ‘Ubaidah bukanlah sekedar orang
kepercayaan semata-mata. Bahkan dia seorang yang berani memikul kepercayaan
yang dibebngkan kepadanya. Keberaniannya itu di tunjukkannya dalam berbagai
peristiwa dan tugas yang dipikulkan kepadanya. Pada suatu hari Rasulullah Saw.
Mengirim satu pasukan yang terdiri dari para sahabat untuk menghadang kafir
kuraisy. Beliau mengankat Abu ‘Ubaidah menjadi kepala pasukan, dan membekali
mereka hanya dengan sekarung kurma. Tidka lebih dari itu.
Karena itu Abu ‘Ubaidah membagi-bagi kepada
para prajuritnya sehari sebua kurma bagi setiap orang. Mereka mengulum kurma
itu seperti menghisap gula-gula. Sesudah itu mereka minum. Hanya begitu mereka
makan untuk beberapa hari. Waktu kaum muslimin kalah dalam perang Uhud, kaum
musyrikin sedemikian bernafsu ingin membunuh Rasulullah Saw. Waktu itu Abu
‘Ubaidah termasuk sepuluh orang yang selalu membentengi Rasulullah Aws. Ketika
pertempuran telah usai, sebuah taring Rasulullah ternyata patah. Kening beliau
luka, dan dipipi beliau tertancap dua mata rantai baju besinya. Abu Bakar
menghampiri Rasulullah hendak mencabut kedua mata rantai itu dari pipi beliau.
Kata Abu ‘Ubaidah,”biarlah saya yang
mencabutnya!” Abu Bakar menyilakan Abu ‘Ubaidah. Namun Abu ‘Ubaidah kuatir
kalau rasulullah kesakitan bila dicabutinya dengan tangan, maka digigitnya mata
rantai itu kuat-kuat dengan giginya lalu ditariknya. Setelah mata rantai itu
tercabut, gigi Abu ‘Ubaidah tanggal pulah sebua lagi. Kata Abu Bakar, “abu
‘ubaidah orang ompong yang paling cakap.”
Abu ‘ubaidah selalu mengikuti rasulullah
berperang dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau, sampai dia wafat. Dalam
musyawarah pemilihan khalifah yang pertama (yaumu saqifah), umar bin khatab
mengulurkan tangannya kepada abu ‘ubaidah seraya berkata, “saya memilih anda
dan bersumpah setia dengan anda. Karena saya pernah mendengar rasulullah saw
bersabda: “sesungguhnya tiap-tiap ummat mempunyai orang yang di percaya. Orang
yang paling percaya dari ummat ini adalah anda (abu ‘ubaidah).”
Jawab abu ‘ubaidah, “saya tidak mau
mendahului orang yang pernah disuruh rasulullah untuk mengimami kita shalat
sewaktu beliau hidup (abu bakar). Walau pun beliau telah wafat, marilah kita
imamkan juga dia.”akhirnya mereka sepakat memilih abu bakar menjadi khalifah
pertama, sedangkan abu ‘ubaidah menjadi penasihat dan pembantu utama bagi
khalifah. Setelah abu bakar, jabatan khalifah pindah ke tangan umar bin khatab
alfaruq, abu ‘ubaidah selalu dekat dengan umar dan tidak pernah membangkang
perintahnya, kecuali sekali. Tahu kah anda, perinta khalifah umar yang
bagaimanakah yang tidak dipatuhi abu ‘ubaidah?
Peristiwa itu terjadi ketika itu abu
‘ubaidah bin jarrah memimpin tentara muslimin menaklukkan wilayah syam
(syiriyah). Dia berhasil memperoleh kemenangan berturut-turut, sehingga seluruh
wilaya syam takluk kebawa kekuasanya sejak dari tepih sungai furat disebelah
timur sampai di asia kecil disebelah utara. Sementara itu di negeri syam
berjangkit penyakit menular (tha’un) yang amat berbahaya, yang belum pernah
terjadi sebelumnya, sehingga korban berjatuhan. Khalifah umar datang dari
madinah, sengaja hendak menemui abu ‘ubaidah. Tetapi umar tidak dapat masuk
kota karena penyakit yang sedang mengganas itu. Lalu umar menulis surat kepada
abu ‘ubaidah sebagai berikut:
“saya sangat penting bertemu dengan saudara.
Tetapi saya tidak dapat menemui saudara karena wabah penyakit sedang berjangkit
dalam kota. Karena itu bila surat ini sampai ketangan sudara malam hari, saya
harap saudara berangkat menemui saya diluar kota sebelum shubuh. Dan bila surat
ini sampai ketangan siang hari, saya harap saudara berangkat sebelum hari
petang.” Setelah surat khalifah tersebut dibaca Abu ‘Ubadah, dia berkata, “saya
tahu maksud Amirul Mu’minin memanggil saya. Beliau ingin supaya saya menyingkir
dari penyakit yang berbahaya ini.”
Lalu dibalasnnya surat khalfah, katanya;
“Ya, Amiral Mu’minin! Saya mengerti maksud khalifah memanggil saya. Saya berada
di tengah- tengah tentara muslimin, sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak
ingin meninggalkan mereka dalam bahaya yang mengancam hanya untuk menyelamatkan
diri sendiri. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka, sehingga Allah member
keputusan kepada kami semua (selamat atau binasa).Maka bila ada surat ini
sampai ke tangan Anda, maafkanlah saya tidak dapat memenuhi permintaan anda,
dan beri izinlah saya untuk tetap tinggal bersama-sama mereka. Setelah khalifah
umar selesai membaca surat tersebut, beliau menangis sehingga air matanya
meleleh ke pipinya. Karena sedih dan terharu melihat umar, maka orang yang
disampng beliau bertanya,”Ya amirul mu’minin! Apkah abu ‘ubaidah wafat?”
“Tidak !” jawab umar.tetapi dia berada
diambang kematian.” Dugaan khalifah tidak salah . karena tidak lama ssesudah
itu Abu ‘ubaidah terserang wabah yang sangat berbahaya. Sebelum kematiannya Abu
‘Ubaidah berwasyiat kepada seluruh prajuritnya:
“Saya berwasiat kepada anda sekalian. Jika
wasiat ini kalian terima dan laksanakan , kalian tidak akan sesat dari jalan
yang baik, dan senantiasa berada dalam bahagia. Tetaplah menegakkan shlat.
Laksanakan puasa ramadhan. Bayar zakat. Tunaikan ibadah haji dan umrah.
Hendaklah kalian saling menasihati sesama kalian. Nasihati pemerintah kalian,
jangan dibiarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia.
Walaupun seseorang bisa berusia panjang sampai seribu tahun, namun akhirnya dia
akan menjjumpai kematian seprti yang kalian saksikan ini.”
“Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.”
Kemudian dia menoleh kepada mu’adz
bin jabal. Katanya, “hai, mu’adz! Sekarang engkau menjadi imam(panglima)!”
tidak lama kemudian, ruhnya yang suci berangkat ke rahmatullah. Dia telah tida di dunia fana.
Jasadnya tidak lama pula habis dimakan masa. Tetapi amal pengorbanannya akan
tetap hidup selama lamanya.mu’adz bin jabal berdiri di hadapan jama’ahnya, lalu
dia berpidato :
“Ayyuhannas!(hai sekalian manusia!) kita
semua sama-sama merasa sedih kehilangan dia(Abu ‘Ubaidah).Demi Allah! Saya
tidak melihat orang yang lapang dada melebihi dia.saya tidak melihat orang yang
lebih jauh dari kepalsuan, selain dia.saya tidak tahu, kalau ada orang yang
lebih menyukai kehidupan akhirat melebihi dia. Dan saya tidak tahu, kalau ada
orang yang suka memberi nasihat kepada umum melebihi dia.karena itu marilah
kita memohon rahmat Allah baginya, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pula
kepada kita semua.Amiin!
SALMAN AL-FARISY
Kisah ini adalah kisah nyata pengalaman
seorang manusia mencari agama yang benar (hak), yaitu pengalaman salman
al-farisy. Marilah kita simak salman menceritakan pengalamannya selama
mengembara mencari agama yang hak itu. Dengan ingatanya yang kuat ceritanya
lebih lengkap, terperinci dan lebih terpercaya. Kata salman, “saya pemuda
persia, penduduk kota isfahan, berasal dari desa jayyan. Bapak saya kepala
desa. Orang terkaya dan berkedudukan
tinggi disitu. Saya adalah mahluk yang paling disayangi ayah sejak saya
lahir. Kesayangan beliau semakin tambah besar sejalan dengan pertumbuhan diri
saya, sehingga karena teramat sayangnya, saya dipingitnya di rumah seperti anak
gadis.
Saya membaktikan diri dalam agama majusi
(yang dianut ayah dan bangsa saya). Saya diankat menjadi penjaga api yang kami
sembah, dengan tugas menjaga api itu supaya menyala siam malam , agar jangan
padam walaupun agak sejenak. Ayahku memiliki perkebungan yang luas, dengan
pengasilan yang bersar pula. Karena itu beliau mukim disana untuk mengawasi dan
memungut hasilnya. Pada suatu hari bapak pulang ke desa untuk suatu urusa
penting. Beliau berkata kepadaku, “hai anakku! Bapak sekarang bapak sangat
sibuk. Karena itu pergilah engkau mengurus perkebungan kita hari ini
menggantikan bapak! “
Aku pergi ke perkebungan kami. Dalam
perjalanan, aku melewati sebuah gereja nasarani. Aku mendengar mereka sedang
sembahyang. Suara itu sangat menarik perhatianku. Sebenarnya aku belum mengerti
apa-apa tentang agama nasarani dan agama-agama lain. Karena selama ini aku
dikurung bapak di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapa saja. Maka ketika aku
mendengar suara mereka, aku masuk ke gereja itu untuk mengetahui apa yang
sedang mereka lakukan. Setelah ku perhatikan, aku kagum dengan cara sembahyang
mereka dan ingin masuk agama mereka
Kataku, “demi Allah! Ini lebih bagus dari
pada agama kami. “aku tidak beranjak dari gereja itu sampai petang. Sehingga
aku tidak jadi pergi ke perkebunan. Aku bertanya kepada mereka, “dari mana asal
agama ini..?”
“dari syam (syriya), “jawab merekasetelah hari
senja, barulah aku pulang. Bapak menanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau
kepada ku. Jawabku, “wahai, bapak” aku bertemu orang sedang sembahyang
digereja. Aku kagum mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang
sembahyang seperti itu. Karena itu aku senantiasa berada di petang.” Bapak
memperingatkanku akan perbuatan itu. Katanya,”Hai anakku! Agama nasrani itu
bukan agama yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu(majusi)lebih baik dari
agama nasrani itu! “jawabku,”Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah
yang lebih baik dari pada agama kita.” Bapak kuatir dengan ucapanku itu. Dia
takut kalau aku murtad dari agama majusi yang kami anut karena itu dia
mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai .
Ketika aku mempunya kesempatan, kukirim surat
kepada orang-orang nasrani minta tolong kepada mereka, bila ada khafilah yang
hendak pergi ke syam supaya memberi tahu kepada ku. Tidak berapa lama kemudian,
datang kepada mereka satu khafilah yang hendak pergi ke syam. Mereka memberi
tahu kepada ku. Maka kuputus rantai yang membelenggu kakiku hingga aku bebas.
Lalu aku pergi bersama-sama khafilah itu ke syam. Sampai disana aku bertanya
kepada mereka,” siapa kepala agama nasrani disini?”
“Uskup yang menjaga gereja!” jawab mereka. Aku
pergi menemui uskup seraya berkata kepadanya, “aku tertari agama nasrani. Aku
besedia menjadi pelayan anda sambil beljar agama dan sembahyang bersama- sama
anda” masuklah !” kata uskup. aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai
pelayan. Belum begitu lama aku membaktikan diri kepadanya, tahulah aku uskup
itu orang jahat dia menganjurakan jama’ahnya bersedekah dan menodorong umatnya
berama pahala. Bila sedekah mereka telah berkumpul tangan uskup,disimpannya
saja dalam perbendaharaan, tidak dibagi-bagikannya kepada fakir miski sehingga
kekayannya telah menumpuk sebanyak tujuh peti emas. Aku sangat membencinya karena
perbuatannya yang memperkaya diri sendiri itu. Tidak lama kemudian ia pun
meniggal. Orang-orang nasrani berkumpul hendak menguburkannya.
Aku berkata kepada mereka ,”pendeta kalian
ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah digembirakannya kalian dengan
pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan sedekah kepadanya
disimpannya saja untuk dirinya, tdak satupun yang diberikannya kepada fakir
miskin. “ Tanya mereka,”bagaimana kamu tahu demikian?” jawabku. “akan
kutunjukkan kepada kalian simpanannya”kata mereka, “Ya,tunjukkanlah kepada
kami”maka kupelihatkannya kepada mereka simpananya yang terdiri dari tujuh
peti, penuh berisi emas dan perak.
Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata,”Demi Allah !jangan dikuburkan
dia.
Lalu mereka salip jenazah uskup itu,
kemudian mereka melempar dengan batu. Sesudah itu mereka angkat pendeta lain
sebagai penggantinya. Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah kulihat
orang yang lebih zuhud dari padanya. Dia sangat memmbenci dunia tetapi sangat
cinta kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Karena itu aku sangat
menyukainya, dan lama tinggal bersamanya. Ketika ajalnya sudah dekat,aku
bertanya kepadanya, “Wahai bapak! Kepada siapa bapa mempercayakanku seandainya
bapak meniggal. Dan dengan siapa aku harus berguru sepeniggalan bapak ?”
jawabnya,”Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang
pendeta di Mosul, yang belum mengubah dan menukar –nukar ajaran-ajaran agama
yang murni. Hubungi dia disana!”
Maka
tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di
Mosul. Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah meniggal
itu. Kata pendeta mosul ,”tinggallah bersama saya.”aku tinggal
barsamanya.ternyata dia pendeta yang baik ketika hampir meniggal, aku berkata
kepadanya, “sebagaimana bapak ketahui, mungkin ajal bapak sudah dekat. Kepada
siapa bapak dapat mempercayakanku seandainya bapak sudah tak ada?”
Jawabnya,”Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak
tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang pendeta di nasibin. Hubungilah
dia ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di
nasibin. Kepadanya aku ceritakan pengalamanku serta pesan pendeta mosul. Kata
pendeta nasibin, “tinggallah bersama kami!” setelah aku tinggal disana,
ternyata pendeta nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan belajar kepadanya
sampai di wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, “bapa
sudah tahu perihalku. Maka kepada siapa bapak dapat mempercayaanku seandainya
bapa meninggal?”
Jawabnya, “Hai, anaku! Aku tidak tahu lagi
pendeta yang masih memegang tegiu agamanya, kecuali seorang pendeta yang
tinggal di Amuriya. Hubungilah dia! “.aku pergi menghubungin pendeta di Amuriya
itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku. Katanya, “tinggallah bersama
kami! “dengan petunjuknya, aku tinggal disana sambil menggembala kambing dan
sapi. Setelah guruku sudah dekat pula ajalnya, aku bertanya kepadanya, “anda
sudah tahu urusanku. Maka kepada siapakah lagi aku akan anda percayakan
seandainya anda meninggal dan apakah yang harus ku perbuat?”
Katanya, “Hai, anakku! Setahuku tidak ada
lagi di muka bumi ini orang yang berpegan teguh dengan agama yang murni seperti
kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah arab akan muncul seorang nabi
yang diutus oleh Allah membawa agama Nabi Ibrahim. Kemudian dia akan pindah ke
negeri yang banyak pohon kurma disana, terletak diantara dua bukit berbatu
hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mau menerima dan memakan
hadiah, tetapi tidak mau menerima dan memakan sedekah. Diantar kedua bahunya terdapat
cap kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia! “
Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih
tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu serombongan saudagar arab dari
kabilah “klab” lewat disana aku berkata kepada mereka,”jika kalin ingin
membawaku kenegeri arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan
kambing-kambingku” jawab mereka, “baiklah! Kami bawa engkau kesana.” Maka
kuberikan kepada mereka sapi dan kambing pelihraanku semuannya. Aku dibawanya
bersama sama mereka. Sesampainya kami di Wadil qura’ aku ditipu oleh mereka.aku
dijual mereka kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan
yahudi itu dan berkhidmat kepadanya sebagai budak belian. Pada suatu hari anak
paman majikanku datang mengunjunginya yaitu bani Quraizhah, lalu aku dibeliny
kepada majikanku. Aku pindah dengan majikanku yang baru ini ke yatsrib. Disana
aku melihat banyak pohon kurma seperti yang diceritakan guruku, pendeta Amuria. Aku yakin itulah yang dimaksud guruku
itu. aku tinggal bersama majikanku yang baru.
Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah
muncul. Tetapi beliau masih berada di Mekkah menyeru kaumnya. “Namun begitu aku
belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da’wah yang beliau
lancarkan,karena aku selalu sibuk dengan tugasku sebagai budak.tidak berapa
lama kemudian, Rasulullah pindah ke Yatsrib. Demi Allah! Ketika itu aku sedang berada di puncak
pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikannku. Dan majikanku itu
duduk dibawah pohon. Tiba-tiba datang anak pamannya mengatakan,”biar mampus
Bani Qailah! Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di Quba’ menyambut
kedatangan laki-laki dari Mekkah yang menda’wahkan ditinya nabi.”
Mendengar ucapan itu badanku terasa panas
dingin seperti demam,sehingga aku mengigil kerenanya.aku kuatir akan jatuh dan
tubuhku bisa menimpa majikanku.aku segera turun dari puncak pohon,lalu bertanya
kepada tamu itu, “apa kabar anda?cobalah kabarkan kembali kepadaku!”majjikanku
marah dan memukulku seraya berkata, ini bukan urusanmu!kerjakan tugasmu
kembali” besok kuambil buah kurma seberapa yang dapat ku kumpulkan.lalu kubawa
kehadapan Rasulullah. Kataku, “aku tahu anda orang shaleh.anda datang bersama-sama sahabat anda
sebagai perantau. Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekah bagi anda. Aku
lihat andalah yang lebih berhak menerimanya dari pada yang lain-lain.”lalu aku
sodorkan kurma itu kehadapannya. Beliau berkata kepada para sahabatnya,”
silahkan kalian makan!” tetapi beliau tidak menyentuh sedikit juga makanan itu
apalagi untuk memakannya .aku berkata dalam hati, “inilah satu diantara
ciri-cirinya!” kemudian aku peri meninggalkannya, dan kukumpulkan sedikit demi
sedikit kurma yang dapat ku kumpulkan. Ketika Rasulullah pindah dari Quba’ ke
Madinah ku bawa kurma itu kepada beliau. Kataku, “aku lihat anda tidak mau
memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma, sebagai hadiah untuk anda.”
Rasulullah memakan buah kurma yang ku hadiahkan kepadanya. Dan beliau
mempersilahkan pula para sahabat maka bersama-sama dengan dia. Kataku dalam hati, “ini ciri kedua!”
Kemudian kudatangi beliau di Baqi’ ketika
belia mengantarkan jenazah sahabat beliau untuk dimakamkan disana. Aku melihat
beliu memakai dua helai kain. Setelah akumemberi salam kepada beliuau, aku
berjalan mengitarinya sambil menengok kepunggung beliau, untuk melihat cap
kenabian yang dikatakan guruku. Agaknya beliau tahu maksudku. Maka
dijatuhkannya kekain yang menyelimuti punggungnya ,sehingga aku melihat cap
kenabiannya.barulah aku yakin dia adalah nabi yang baru diutus itu. Aku
langsung menggumulnya, lalu kuciumi dia sambil menangis ternyata Rasulullah,
“bagaimana kabar anda ?” maka kuceritakan kepada belliau seluruh kisah
pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan supaya aku menceritakan pula pengalamanku
itu kepada para sahabat beliau.lalu kuceritakan pula kepada mereka. Mereka
sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.berbahgialah Salman
Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat.
Berbahagialah salman yang telah menemukan agama yang hak,lalu dia iman dengan agama itu dan
memegang teguh agama yang diimaninya itu. Bebahagialah salman pada hari
kematiannya, dan pada hari dia dibangkitkan
kembali kelak.
ABDULLAH BIN UMMI
MAKTUM
“Seorang laki-laki buta, karena
peristiwa yang berkaitan dengan pribadinya Allah swt menurunkan enamlas ayat.
Ayat-ayat itu kita selalu baca dan senantiasa dibaca sampai hari kiamat.” (kata
ahli-ahli tafsir).
Siapa laki-laki itu ? yang karenanya nabi
yang mulia mendapat teguran dari langit dan menyebabkan beliau sakit? Siapakah
dia, yang karena peristiwanya jibril al-amin harus turun membisikan wahyu Allah
kedalam hati Nabi yang mulia?
Dia tiada lain adalah ABDULLAH BIN UMMI MAKTUM,
MUAZIN RASULULLAH.
‘Abdullah bin Ummi Maktum, orang makkah suka
Quraisy. Dia mempunyai ikatan keluarga dengan Rasulullah SAW. Yakni anak paman
Ummul Mu’minin Khadijah binti khuwailid Ridhwanullah ‘Alaiha. Bapaknya qais bin
zaid, dan ibunya ‘Atikah binti ‘Abdullah. Ibunya bergelar “ ‘Umi Maktum” karena
anaknya ‘Abdullah bin Ummi Maktum menyaksikan ketika cahaya islam mulai
memancar di makkah. Allah melapangkan dadanyamenerima agama baru itu. Karena
itu tidak diragukan lagi dia termasuk kelompok yang pertama-tama masuk islam.
Sebagai muslim kelompok pertama, ‘Abdullah turut menanggung segala macam suka
duka kaum muslimin di makkah ketika itu.
Dia turut menderita siksaan kaum Quraisy
seperti diderita siksaan kawa-kawanya seagama, berupa penganiayaan dan berbagai
macam tindak kekerasan lainnya. Tetapi apakah karena tindakan-tindakan
kekerasan itu ibnu ummi maktum menyerah? Tidak..! dia tidak pernah mundur dan tidak
lemah iman. Bahkan dia semakin teguh berpegan kepada agama islamdan kitab
Allah. Dia semakin rajin mempelajari syari’at islamdan sering mendatangi
majelis Rasulullah.
Begitu rajin dan rakusnya dia mendatangi
majeli Rasulullah, menyimak dan menghafal Al-Qur’an, sehingga setiap waktu
senggang selalu diisinya, dan setiap kesempatan yang baik selalu direbutnya.
Karena rewelnya, dia beruntung memperoleh apa yang diinginkannya dari
Rasulullah, disamping keuntungan bagi yang lain-lain juga. Pada masa permulaan
tersebut, Rasulullah sering mengadakan dialog dengan pemimpin-pemimpin Quraisy,
mengharapkan semoga mereka masuk islam. Pada suatu hari beliau bertatap muka
dengan ‘Utbah bin rabi’ah, syaibah bin rabi’ah, Amar bin hisyam alias Abu
Jahal, Umaiyah bin khalaf, dan walid bin mughirah, ayah syaifullah khalid bin
walid.
Rasulullah berunding dan bertukar pikiran
dengan mereka tentang islam. Beliau sangat ingin mereka menerima da’wah dan
menghentikan penganiayaan terhadap para Sahabat beliau. Sementara Beliau
berunding dengan sungguh-sungguh, tiba-tiba ‘Abdullah bin Ummi maktum datang
mengganggu minta dibacakan kepadanya ayat-ayat Al-Qur’an. Kata ‘Abdullah “Ya,
Rasulullah! Ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah diajarkan Allah kepada
anda!”
Rasulullah yang mulia terlenga memperdulikan
permintaan ‘Abdullah. Bahkan beliau agak acuh kepada intruksinya itu. Lalu
beliau membelakani ‘Abdullah dan melanjutkan pembicaraan dengan pada pemimpin
Quraisy tersebut. Muda-mudahan dengan islamnya mereka, islam tambah kuat dan
da’wah bertambah lancar. Selesai berbicara dengan mereka, Rasulullah bermaksud
hendak pulang. Tetapi tiba-tiba penglihatan beliau gelap dan kepala beliau terasa
sakit seperti kena pukul. Kemudian Allah mewahyukan firman-Nya kepada beliau.
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan
berpaling, karena seorang buta datang kepadanya. Tahukah kamu, barangkali ia
ingin membersihkan dirinya(dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pelajaran,
lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya? Adapun orang yang merasa
dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya.padahal tidak ada (celaan) atasmu
kalau mereka tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang
kepadamu dengan bergegas (untuk mendapatkan pengajaran), sedangkan ia takut
kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-sekali jangan (begitu)!
Sesungguhnya ajaran Allah itu suatu peringatan. Maka siapa yang menghendaki
tentulah ia memperhatikannya. (ajaran-ajaran itu) terdapat didalam kitab-kitab
yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, ditangan para utusan yang
mulia lagi (senantiasa)berbakti.”
(Qs.
Abasa: 1-16)
Enam belas
ayat itulah yang disampaikan jibril Al-Amin ke dalam hati Rasulullah sehubungan
dengan peristiwa ‘Abdullah bin Ummi Maktum, yang senantiasa dibaca sejak diturungkan
sampai sekarang, dan akan terus dibaca sampai hari kiamat. Sejak hari itu Rasulullah
tidak lupa memberikan tempat yang mulia bagi ‘Abdullah apabila dia datang.
Beliau menyilahkannya duduk di tempat duduk beliau. Beliau tanyakan keadaannya
dan beliau penuhi kebutuhannya. Tidaklah heran kalau beliau memuliakan
‘Abdullah demikian rupa; bukankah teguran dari langit itu sangat keras!
Tatkala tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy
terhadap kaum muslim semakin berat dan menjadi-jadi, Allah swt mengizinkan kaum
muslim dan Rasul-Nya hijrah. ‘Abdullah bin ummi maktum bergegas meninggalkan tumpah
darahnya untuk menyelamatkan agamanya. Dan bersama-sama Mush’ab bin ‘Umair,
sahabat-sahabat rasul yang pertama-tama tiba di madinah. Setibahnya di Yatrib
(madinah), ‘Abdullah dan mush’ab segerah berda’wah, membacakan ayat-ayat
Al-Qurn’an dan mengajarkan pengajaran islam.
Setelah Rasulullah tibah
di madinah, beliau mengankat ‘Abdullah bin Ummi maktum serta bilal bin Rabah
menjadi muadzin Rasulullah Saw. Mereka berdua bertugas meneriakkan kalimat
tauhid lima kali sehari semalam, mengajak orang banyak beramal saleh dan
mendorong masyarakat merebut kemenangan. Apabila bilal adzan, maka bilal qomat.
Dalam bulan ramadhan tugas mereka bertambah.
Bilal adzan tengah malam membangunkan kaum muslim untuk sahur, dan ‘Abdullah
ketika fajar menyingsing, memberi tahu kaum muslim waktu imak sudah masuk, agar
menghentikan makan minumdan segala hal yang membatalkan puasa.
Untuk memuliakan ‘Abdullah bin Ummi Maktum,
beberapa kali Rasulullah mengankatnya menjadi wali kota madinah menggantikan
beliau, apabila meninggalkan kota. Tujuh belas kali jabatan tersebut
dipercayakan beliaukepada ‘Abdullah. Salah satu diantaranya, ketika
meninggalakan kota madinahuntuk membebaskan kota makkah dari kekuasaan kaum
musyrikin Quraisy. Setelah perang badar, Allah menurunkan ayat-ayat Al-Qur’an,
mengankat derajat kaum muslimin yang pergi berperang fi sabilillah.
Allah melebihkan derajat mereka yang pergi berperang atas orang-orang yang
tidak perigi berperang, dan mencela orang yang tidak pergi karena ingin
bersantai-santai. Ayat-ayat tersebut sangat berkesan di hati ‘Abdullah bin Ummi
Maktu. Tetapi baginya sukar mendapatkan kemuliaan tersebut karena dia buta.
Lalu dia berkata kepada Rasulullah, “Ya, Rasulullah! Seandainya saya tidak
buta, tentu saya pergi berperang.”
Kemudian dia bermohon kepada Allah dengan hati
penuh tunduk, semoga Allah menurunkan
pula ayat-ayat mengenai orang-orang yang keadaanya cacat (uzur) seperti
dia, tetapi hati mereka ingin sekali hendak turut berperang. Dia senantiasa
mendo’a dengan segala kerendahan hati.
Katanya, “wahai Allah! Turungkan wahyu mengenai orang-orang yang uzur seperti
aku!” tidak berapa lama kemudian Allah memperkenangkan do’anya. Zaid bin
Tsabit, sekertaris Rasulullah yang bertugas menuliskan wahyu menceritakan, “aku
duduk disamping Rasulullah. Tiba-tiba beliau diam, sedangkan paha beliau
terletak di atas pahaku. Aku belum pernah merasakan beban yang paling berat
melebihi berat paha Rasulullah ketika itu. Sesudah beban berat yang menekan
pahaku hilang, beliau bersabda, “Tulis, hai Zaid” lalu aku menulis:
“tidak sama orang-orang mu’min yang
duduk(tidak turut berperang) dengan pejuang-pejuang
yang berjihad fi sablillah. “ (Qs. An-Nisa :95).
Ibnu Ummi Maktum berdiri seraya berkata, “Ya,
Rasulullah! Bagaimana dengan orang-orang yang tidak sanggup pergi berjihad
(berperang karena cacat?” selesai pertanyaan ‘Abdullah, Rasulullah terdiam dan
paha beliau menekan pahaku, seolah-olah aku menanggung beban berat seperti
tadi. Setelah beban berat itu hilang, Rasulullah berkata, “Coba baca kembali yang
telah engkau tulis!”
Aku membaca,
“tidak semua orang-orang mu’min yang duduk (tidak turut berperang)”
Lalu kata beliau. Tulis!
“kecuali bagi orang-orang yang tidak mampu.”
Maka turunlah pengecualian yang
diharap-harapkan Ibnu Ummi Maktum. Meskipun Allah Swt. Telah mema’afkan Ibnu
Ummi Maktum dan orang-orang yang uzur seperti dia untuk tidak berjihad, namun
dia enggan bersantai-santai beserta orang-orang yang tidak turut berperang. Dia
tetap membulatkan tekad untuk turutberperang fi sabilillah. Tekad itu
timbul dalam dirinya, karena jiwa yang besar tidak dapat dikatakan besar,
kecuali bila orang itu memikul pula pekerjaan besar. Maka karena itu dia sangat
gandrung untuk turut berperang dan penetapkan sendiri tugasnya di medan perang.
Katanya, “Tempatkan saya antara dua barisan
sebagai pembawa bendera. Saya akan memegangnya
erat-erat untuk kalian. Saya buta, karena itu saya pasti tidak akan
lari. Tahun ke empat hijriyah, Khalifah ‘Umar bin khaththab memutuskan akan
memasuki persia dengan perang yang menentukan, untuk menggulingkan pemerintahan
yang zalim, dan menggntinya dengan pemerintahan islam yang demokrasi dan
bertauhid. ‘Umar memerintahkan kepada segenap gubernur dan pembesar dan
pemerintahannya. “Jangan ada seorang jua pun yang ketinggalan dari orang-orang
yang bersenjata, atau orang-orang yang mempunyai kuda, atau yang berani, atau
yang berpikiran tajam, melainkan hadapkan semuanya kepada saya segera mungkin!”
Maka berkumpulah dimadinah kaum muslimin dari segala penjuru, memenuhi
panggilan khalifah ‘Umar bin khaththab. Di antara mereka itu terdapat seorang
prajurit buta, ‘Abdulah bin Ummi Mktum. Khalifa ‘Umar mengangkat Sa’ad bin abi
Waqqash menjadi panglima pasukan yang besar itu. Kemudian khalifah memberikan
intruksi-intruksi dan pengarahan kepada Sa’ad. Setalah pasukan besar itu sampai
di Qadisiyah, ‘Abdullah bin Ummi Maktum memakai baju besi dan perlengkapan yang
sempurna. Dia tampil sebagai pembawa bendera kaum muslimin dan berjanji akan senantiasa mengibarkannya
atau mati disamping bendera itu.
Pada hari ketiga perang
Qadisyiyah, perang berkecamuk dengan hebat, yang belum pernah disaksikan
sebelunya. Kaum muslimin berhasil memenangkan perang tersebut dengan kemenangan
yang paling terbesar yang belum pernah direbutnya. Maka pidahlah kekuasaan
kerajaan persia yang besar di tangan kaum muslimin. Dan runtuhlah mahligai yang
termegah, dan berkibarlah bendera tauhid di bumi penyembah berhala itu.
Kemenangan yang menyakinkan itu dibayar
dengan darah dan jiwa ratusan para syuhada. Di antara mereka yang syahid itu
terdapat ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang buta. Dia ditemukan terkapar di medan
tempur berlumuran darah syahidnya, sambil memeluk bendera kaum muslimin.
ABDULLAH BIN ‘ABBAS
“Dia pemuda tua, banyak bertanya (belajar), dan sangat cerdas.”(‘Umar
bin khatthab)
Sahab yang mulia ini, mulia segala-galanya,
tidak ada yang ketinggalan. Dalam pribadinya terdapat kemuliaan sebagai sahabat
Rasulullah Saw. Seandainya dia terlambat lahir sedikit saja, tentulah kemuliaan
menjadi sahabat Rasulullah tidak diperolehnya. Dia beroleh kemuliaan sebagai
keluarga dekat Rasulullah; karena dia adalah anak paman beliau, ‘Abbas bin
‘abdul mutthalib. Dia mulia dari sudut ilmu, karena dia ummat muhammad yang
amat alim dan shaleh serta lautan ilmu yang sangat dalam. Dari sudut ketaqwaan,
dia senantiasa puasa siang hari dan mendirikan shalat malam hari, istigfar
waktu sahur sambil menangis karena takut akan siksa Allah sehingga air matanya
membasahi kedua pipinya.
Nama lengkapnya Abdullah bin ‘Abbas. Dia
sangat ‘alim tentang kitabullah (al-qur’an) dan sangat paham maknanya. Dia
sangat menguasai al-qur’an sampai ke dasar-dasarnya, mengetahui sasaran dan
segala rahasianya.
Ibnu abbas lahir tiga tahun sebelum hijrah.
Ketika rasulullah saw. Wafat, dia baru berumur tiga belas tahun. Dalam usia
sebaya itu dia telah menghafal seribu enam ratus enam puluh hadits untuk kaum
muslimin, yang diterimanya langsung dari Rasulullah, dan dicacat oleh bukhari
dan muslim dalam kitab shahih mereka. Setelah ibnu abbas lahir ke dunia, bayi
yang masih merah itu segera dibawa ibunya kepada Rasulullah Saw. Beliau
memasukan air liurnya ke dalam kerongkongan bayi itu. Air liur Nabi yang suci
dan penuh berkah itulah yang pertama –tama masuk ke dalam rongga perut anak
tersebut, sebelum ia disusukan ibunya. Seiring dengan air liur Nabi, maka masuk
pulalah ke dalam pribadi bayi itu taqwa dan hikmah.
“dan siapa saja yang di beri hikmah, sungguh
dia telah diberi kebajikan yang banyak.”(Qs. Al-Baqrah: 269).
Ketika anak itu meninggalkan usia
kanak-kanak dan mulai memasuki usia tamyiz (umur 6 atau 7 tahun), dia
tinggal di rumah Rasulullah seperti adik terhadap kakak yang saling mengasihi.
Dia menyediakan air wudhu beliau apabila hendak wudhu. Anak itu ikut shalat di
belakang Rasulullah bila beliau shalat. Dan bila beliau bepergian, dia
membonceng di belakang. Sehingga ibnu ‘Abbas bagaikan bayang-bayang yang
senantiasa mengikuti beliau kemana pergi, atau dia senantiasa berada di seputar
beliau. Sementara itu anak tersebut dapat menyimpan dalam hati dan pikirannya
yang bersih segala peristiwa yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya, tanpa
alat tulis menulis seperti yang kita kenal sekarang.
Ibnu ‘Abbas bercerita mengenai dirinya, “pada
suatu ketika Rasulullah Saw. Hendak shalat. Aku segera menyediakan air wudhu untuk beliau.
Beliau gembira dengan apa yang kulakukan. Ketika beliau siap untuk shalat; dia
memberi isyarat kepadaku supaya berdiri di sampingnya. Tetapi aku berdiri di
belakang beliau. Setelah selesai shalat, beliau menoleh kepadaku seraya
bertanya, “mengapa engkau tidak berdiri di sampingku?” jawabku, “Anda sangat
tinggi dalam pandanganku dan sangat mulia untukku berdiri di samping anda. “
Rasulullah menadahkan tangannya, lalu berdo’a,
“Wahai Allah, berilah dia hikmah. “
Alllah memperkenangkan do’a Rasulullah
tersebut. Dia memberi cucu hasyim tersebut hikmah, melebihi hikmah ahli-ahli
hikmah yang besasr-besar. Tentu anda ingin tahu, hikmah bentuk apa yang telah
dilimpahkan Allah kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas. Marilah kita perhatikan kisah
selanjutnya. Ketika sebagian shabat memencilkan dan menghina Khalifah ‘Alli bin
Abu thalib, Abdullah bin ‘Abbas. Berkata kepada ‘Ali, “Ya, Amiral Mu’minin!
Izinkanlah saya mendatangi mereka, dan berbicara kepadanya.”
Kata ‘Ali, “Saya kuatir resiko yang mungkin engkau terima dari mereka.”
Jawab Ibnu ‘Abbas, “Insya Allah tidak akan
terjadi apa-apa.” Ibnu ‘Abbas masuk ke dalam majelis mereka. Dilihatnya mereka
orang-oramg yang sangat rajin beribadat. Kata mereka, “Selamat datang, hai ibnu
‘Abbas. Apa maksud kedatangan anda kemari?” Jawab ibnu ‘Abbas, “saya datang
untuk berbicara dengan tuan-tuan.” Sebagian yang lain berkata, “Katakanlah!
Kami akan mendengarkan bicara anda.”
Kata ibnu ‘Abbas, “Coba tuan-tuan katakan
kepada saya, apa sebabnya tuan-tuan membenci anak paman Rasulullah yang
sekaligus suami anak perempuan beliau (mantan Rasulullah), dan orang yang
pertama-tama iman dengan beliau?” Jawab mereka, “kami membencinya karena tiga
perkara.”
Tanya ibnu ‘Abbas, “apa itu?” Jawab mereka, “pertama,
dia bertakhim (mengangkat hakim) kepada manusia tentang urusan agama Allah.
Kedua, dia memerangi ‘Aisya dan mu’awiyah, tetapi dia tidak mengambil
harta rampasan dan tawanan. Ketiga, dia menanggalkan gelar ‘Amirul
Mu’minin’ dari dirinya, padahal kaum muslimin yang mengukuhkan dan
mengangkatnya.” Kata ibnu ‘Abbas, “Sudikah tuan-tuan mendengar Al-Qur’an dan
hadits Rasulullah saya bacakan? Tuan-tuan tentu tidak akan membantah keduanya.
Apakah dengan maksud ayat dan hadits tersebut?” Jawab mereka “Tentu!” Kata Ibnu
‘Abbas, “Masalah pertama, bertahkim kepada manusia dalam urusan agama Allah.
Allah swt. Berfirman:
“Hai orang orang yang
beriman! Janganlah kalian membunuh
binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Siapa saja diantara kamu membunuhnya
dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang
seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil
diantara kamu.”(Qs. Al-Maidah :95)
Saya bersumpah dengan tuan–tuan menyebut
nama Allah; apakah putusan seseorang tentang hak darah atau jiwa, dan
perdamaian antara kaum muslimin yang lebih penting ataukah seekor kelinci yang
harganya seperempat dirharn?”. Jawab mereka, “ Tentu darah kaum muslimin dan
perdamaian di antara mereka yang lebih penting.” Kata Ibnu ‘Abbas, “ Marilah
kita keluar dari persoalan ini.”
Jawab mereka, “Baiklah, kami tinggalkan
masalah itu.”kata Ibnu ‘Abbas, “Masalah kedua, ‘Ali bereperang tetapi dia tidak
men wan para wanita seperti yang tejadi pada masa Rasulullah. Mengenai masalah
itu, sudikah tuan – tuan mencaci ‘Aisyah, lantas tuan – tuan halalkan dia seperti wanita – wanita tawanan yang lain –
lain. Jika tuan – tuan mengatakan “Ya”, tuan – tuan kafir. Dan jika tuan – tuan
menjawab, dia bukan ibu kami, tuan – tuan kafir juga, Allah Swt. Berfirman :
“Nabi itu (hendaknya)
lebih utama bagi orang – orang mu’min
sendiri, dan isteri- isteri Nabi adalah ibu – ibu mereka.” (Qs. Al- Ahzab:
6). “Nah, pilihan mana yang tuan – tuan
suka.Mengakui ibu atau tidak.
Kata Ibnu ‘Abbas selanjutnya,
“Marilah kita tinggalkan persoalan ini!”. Jawab mereka, “Wahai Allah, kami
setuju!” Kata Ibnu ‘Abbas, “Ali menanggalkan gelar “’Amirul mu’minin” dari
dirinya. Sesungguhnya ketika perjanjian hudaibiyah di tanda tangani, mula –
mula Rasulullah menyuruh tulis, inilah perjanjian dari Muhammad Rasulullah.
Lali kata kaum musyrikin seandainya kami mengakui Rasulullah, tentu kami tidak
menghalangi engkau Rasulullah, tentu kami tidak menghalangi engkau mengunjungi
Baitullah dan tidak memerangi engkau. Akrena itu tuliskan nama engkau saja: “Muhammad
bin Abdullah”.
Rasulullah memenuhi permintaan mereka
seraya berkata, “demi Allah, Aku adalah Rasulullah, sekalipun kalia tidak
mempercayaiku.” “bagaimana?” tanya ibnu ‘Abbas, “tidak pantaskah masalah
memakai atau tidak memakai gelar “amirul
mu’minin” itu kita tinggalkan saja? Jawab merka, “ya Allah, kami setujui.”
Hasil pertemuan ibnu abbas dengan mereka (kaum khawarij) dan alasan-alasan yang
dikemukakannya menyebabkan 20.000 orang yang membenci Ali kembali masuk ke
dalam barisan Ali. Yang memusuhinya hanya tinggal 4000 orang.
Waktu muda Abdullah bin abbas mencari ilmu
dengan berbagai cara yang dapat dilakukannya. Wakyunya di habiskan untuk
menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Mula-mula dia memperoleh ilmu dari mata
air yang mulia, yaitu langsung dari Rasulullah sampai beliau wafat. Setelah
beliau tiada, dihubunginya ulama-ulama sahabat, lalu dia belajar kepada mereka.
Ibnu Abbas pernah bercerita, “apabila
seseorang menyampaikan sebua hadits kepadaku, yang diperolehnya dari seorang
sahabat Rasulullah, maka ku datangi sahabat tersebut ke rumahnya waktu ia tidur
siang. Lalu aku bentangkan sorbanku dekat tangga rumahnya dan aku duduk disitu
menunggu dia bangun. Sementara itu angin bertiup memenuhi tubuhku dengan debu
tanah. Seandainya aku minta izin masuk kepadanya, tentu dia akan mengizinkanku;
tetapi memang aku sengaja melakukan demikian , supaya aku tidak mengganggunya
tidur. Ketika dia keluar dan melihatnya dalam keadaan demikian, dia berkata,
“Wahai anak paman Rasulullah. Mengapa anda sendiri yang datang kesini? Mengapa
tidak anda suruh saja seseorang memanggilku; tentu aku datang memenuhi
panggilan anda!” .
Jawabku, “akulah yang harus mendatangi
anda, ilmu harus didatangi, bukan ilmu yang harus mendatangi. Sesudah itu
kutanyakan kepadanya hadits yang ku maksud.” Ibnu ‘Abbas rendah hati dalam
menuntut ilmu. Dia menghormati derajat ulama. Pada suatu hari zaid bin tsabit,
penulis wahyu dan ketua pengadilan Madinah bidang Fiqih, Qiro’ah,dan faraidh,
mendapat kesulitan karena hewan yang ditungganginya bertingkah. Lalu Abdullah
bin ’Abbas berdiri kehadapannya seperti sseorang hamba dihadapan
majikannya.ditahannya hewan kendaraan Zaid bin tsabit dan dipegangnya kendalinya.
Kata Zaid, “Biarkan saja, wahai anak paman Rasulullah!”
Jawab Ibnu ‘Abbas, “ Beginilah cara kami
diperintahkan Rasulullah terhadap ulama kami.” Kata zaid bin Tsabit, “coba
perlihatkan tangan anda kepada saya!” Ibnu ‘Abbas mengulurkan tangannya kepada
zaid, lalu dicium oleh zaid. “beginilah caranya kami diperintahkan Rasulullah terhadap
ulama kami.” Kata zaid bin tsabit, “coba perlihatkan tangan anda kepada saya!”
Ibnu ‘Abbas mengulurkan tangannya kepada
Zaid , lalu dicium oleh zaid. “ Begitulah caranya kami diperintahkan Rasulullah
menghhormati keluarga Nabi kami, kata zaid.” Ibnuu ‘Abbas sangat rajin menuntut
ilmu sehingga mencengangkan ulama – ulama besar. Masruq bin ajda’,seorang ulama
besar tabi’in berkata, “Paras Ibnu’Abbas sangat elok. Bila berbicara, bicaranya
sangat fashih. Bila dia menyampaikan hadits, dia sangat ahli dalam bidang itu.
Setelah ilmu yang dicarinya sempurna, Ibnu
‘Abbas beralih menjadi guru mengajar orang banyak. Rumahnya berubah menjadi
jami’ah(Universitas) kaum muslimin. Memang tidak salah kalau kita katakan
Universitas, seperti yang kita kenal sekarang. Beda Universitas Ibnu ‘Abbas
dengan Universitas kita sekarang, ialah di Universitas kita yang mengajar ada
sepuluh sampai ratusan orang dosen atau profesor. Tetapi Universitas Ibnu
‘Abbas yang mengajar Ibnu ‘Abbas seorang.
Salah seorang kawang Ibnu ‘Abbas bercerita,
“saya berpendapat, seandainya kaum Quraisy mau membanggakan Universitas Ibnu
‘Abbas, memang pantas mereka bangga. Saya lihat orang banyak sudah penuh
berkumpul di jalan menuju ke rumah Ibnu ‘Abbas, sehingga jalan itu sempit dan
tertutup oleh kepala orang banyak. Saya masuk masuk menemuinya dan memberitahu
bahwa orang banyak sudah berdesak-desak di muka pintu. Katanya, tolong ambilkan
saya air wudhu “lalu dia berwudhu dan sesudah itu duduk di ruangan majelis.”
Katanya, “siapa yang hendak belajar Qur’an surulah mereka masuk.”
Saya keluar memberitahukan orang banyak.
Merekapun masuk, sehingga seluruh ruanga dan kamar-kamar penuh dengan orang
yang hendak belajar Qur’an. Apa saja yang mereka tanyakan dijawabnya panjag
lebar kemudian dia berkata kepada mereka, “beri kesempatan kawan-kawan yang
lain!” lalu mereka keluar semuanya.
Katanya, “suruh masuk orang-orang yang
hendak belajar tafsir Al-Qur’an dan Ta’wilnya!” Maka kuumumkan kepada orang
banyak, sehingga mereka masuk pula memenuhi ruangan dan kamar-kamar. Apa yang
ditanyakan mereka dijawabnya sampai mereka puas. Katanya, “Sekarang beri
kesempatan pula kawan-kawan yang lain!” saya disuruhnya keluar menyilakan orang
yang hendak belajar halal dan haram dan masalah-masalah fiqih. Mereka pun
masuk. Segala pertanyaan mereka dijawabnya panjang lebar. Setelah cukup
waktunya, dia berkata pula, “Kini beri kesempatam kawan-kawan yang hendak
belajar Faraidh dan sebagainya!” merekapun keluar, dan masuk pula orang-orang
yang hendak belajar ilmu Faraidh. Setelah selesai pelajaran Faraidh, disuruh
masuk pula orang-orang yang hendak belajar Sastra Arab, Syi’ir dan kata-kata
Arab yang sulit-sulit.
Kemudian Ibnu ‘Abbas membagi-bagi hari, untuk
beberapa macam bidang ilmu ilmu dalam beberapa hari, guna mencegah orang
berdesak-desakan di muka pintu. Umpamanya sehari dalam seminggu untuk bidang
Ilmu tafsir, besok ilmu fiqih, besok ilmu peperangan atau strategi perang.
Sesudah itu ilmu syi’ir, sesudah itu ilmu sastra Arab. Tidak ada orang ‘alim
yang duduk dalam majelis Ibnu ‘Abbas melainkan menundukkan diri kepadanya.
Karena kealiman dan kemahirannya dalam
berbagai bidang ilmu, dia senantiasa diajak bermusyawarah oleh Khalifah
Al-Rasyidah (bijaksana) sekalipun dia masih muda belia. Apabilah khalifah umar
bin khatthab menghadapi suatu persualan yang rumit, diundangnya ulama-ulama
tekemuka termasuk Ibnu ‘Abbas yang muda belia. Bila Ibnu ‘Abbas hadir, khalifah
Umar memberikan tempat duduk yang lebih tinggi bagi Ibnu ‘Abbas dan khalifah
sendiri duduk di tempat yang lebih rendah seraya berkata, “Anda lebih berbobot
dari pada kami.” Pada suatu ketika khalifah Umar mendapat kritik, karena
perilaku yang di berikan kepada Ibnu ‘Abbas melebihi daripada kepada
ulama-ulama yang tua-tua, maka kata ‘Umar, “dia pemuda tua, dia lebih banyak
belajar, dan berhati terang.”
Ketika ibnu ‘abbas beralih mengajar
orang-orang tertentu, dia tetap tidak melupakan kewajibannya terhadap
orang-orang awam. Maka dibentuknya majelis-majelis Wa’azh dan Tadzkir
(pendidikan dan pengajaran). Di antara pengajarannyadia berkata kepada
orang-orang yang berdo’a :
“Wahai orang yang berbuat dosa!
Jangan sepelekan akibat-akibat perbuatan
dosa itu, sebab ekornya jauh lebih gawat daripada dosa itu sendiri. Kalau
engkau tidak merasa malu kepada orang lain padahak engkau telah berbuat dosa,
maka sikap tidak punya malu itu sendiri adalah juga dosa. Kegembiraarn ketika
melakukan dosa, padahal engkau tidak tahu apa yang diperbuat Allah atas dirimu,
adalah juga dosa. Kalau engkau sedih karena tidak dapat berbuat dosa, maka
kesedihanmu itu jauh lebih dosa daripada perbuatan itu,. Engkau takut
kalau-kalau angin bertiup membukakan rahasiamu, tetapi engkau sendiri telah
berbuat dosa tanpa takut akan Allah yang melihatmu. Maka sikap seperti itu
adalah lebih besar dosanya ketimbang perbuatan dosa itu.
Wahai orang yang berdosa!
Tahukah anda dosa nabi ayyub As. Yang
menyebabkannya mendapat bala (ujian) mengenai jasad dan harta bendanya?
Ketauhilah, dosanya hanya karena ia tidak menolong seorang miskin yang minta
pertolongannya untuk menyingkirkan kedzaliman. Ibnu ‘Abbas tidak termasuk
orang-orang yang pandai berkata tetapi tidak berbuat. Dia tidak termasuk orang
yang pandai melarang tetapi tidak menghentikan. Dia senantiasa puasa siang hari
dan shalat malam hari.
‘Abdulah bin malaikah
bercerita, “saya pernah menemani ibnu qabbas dalam suatu perjalanan dari mekkah
ke madinah. Ketika kami berhenti di suatu tempat, dia bangun tengah malam,
sementara yang lain tidur karena lelah. Saya pernah pulah melihatnya pada suatu
malam mambaca ayat ke -19 surah Qof berulang-ulang sambil menangis hingga
terbit fajar. Sebagai kesimpulan, tahulah kita bahwa ibnu ‘Abbas yang berparas
tanpa itu, senantiasa menangis tengah malam karena takut akan siksa Allah
sehinggah air matanya membasahi pipinya.
Ibnu ‘Abbas sampai kepuncak ilmu yang
dimilikinya. Pada suatu ketika musim haji, Khalifah Mu’awiyahbin abi sufyan
pergi haji. Bersama dengan khalifah, pergi pula abdullah bin abbas. Khalifah
mu’awiyah diiringkan menn oleh pasukan murid-muridnya yang berjumlah lebih
banyak daripada pengiring khalifah. Usia ‘Abdullah bin ‘Abbas mencapai tujupuh
satu tahun.selama itu dia telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah dan
taqwa. Ketika dia meninggal, muhammad bin hanafiyah turut melakukan shalat atas
jenazahnya bersama-sama dengan para shabat yang lain-lain serta para pemukaTabi’in.
Tatkalah mereka menimbun jenazahnya dengan
tanah, mereka mendengar suara membaca:
hai jiwa yang tenang Kembali kepada tuhanmudengan
hati puas lagi diridhai- Ny.masuklah kedalam
kelompok jamaah hamba-hambaku, dan masuklah kesurga-ku (Qs. Al-Fajr: 27-30).
zaid bin haritsah.
SU’DA BINTI TSA’LABAH
berpergian mengunjungi familinnya,bani ma’an.dia membawa anaknya yang masih
kecil,ZAID BIN HARITSAH AL-KA’BY.belum berapa lama dia tinggal di
sana,segerombolan orang berkuda bani qain datang menyerang desa itu,lalu
merampok harta benda penduduk,unta,dan menculik anak-anak.di antara anak-anak
yang di culik adalah Zaid bin Haritsah,anak Su’ud.
Zaid ketika itu baru
menginjak delapan tahun.para penculik membawanya ke pasar ‘Ukazh’ dan menawarkannya kepada pembeli.Zaid di beli
oleh seorang bangsawan quraisy yang kaya raya,Hakam bin Hamzah bin
Khuwailid,seharga empat ratus dihram,bersamaan dengan zaid,Hakam membeli pula
beberapa orang anak yang lain,kemudian dibawanya pulang makkah.
Ketika khadijah binti
khuailid,bibi dari hakam bin khuailid,mengetahui bahwa hakam telah kembali dari
pasar’Ukazh’,dia datang mengunjungi hakam untuk mengucapkan selamat datang.kata
hakam”Wahai bibi Pililah di antara budak-budak itu yang mana bibi sukai,sebagai
hadiah untuk bibi.Khadijah memeriksa budak-budak itu satu persatu.maka
pilihannya jatuh kepada Zaid bin Haritsah,karena di lihatnya anak itu pintar
dan cerdik.kemudin Zaid di bawa pulang.
Tidak lama kemudian ,Khadijah
menikah dengan muhamad bin ‘abdullah (ketika itu beliau belum menjadi
nabi).Khadijah ingin menyenangkan hati suami tercinta,dengan memberikan sesuatu
sebagai kenang-kenangan.setelah di timbang-timbang,dia tidak melihat hadiah
yang baik bagi suaminnya.
Budak yang bernasib mujur itu
kini berada di bawah pengawasan dan pemeliharaan muhamad bin Abdullah.anak itu
sangat beruntung,karna dia di perlukan tuannya dengan cara yang mulia dan dia
merasa bahagia berada di samping tuannya.
Tetepi nun jauh di sana,ibu
Zaid menderita anak satu-satunnya.Air matannya telah kering,tak mau lagi
mengalir karna terus menerus mengalir menangis di rundung duka duka
nestapa.makan tak enak,tidur pun tak nyenyak.lebih-lebih lagi karna anak yang
di cintainnya tidak di ketahui,apakah masih hidup dengan harapan berjumpa
kembali,ataukah dia sudah tiada,menyebabkan si ibu kian berputus asa.Ayahnya
telah berusaha mencari ke seluruh pelosok,dia bertannya-tanya kepada setiap
kafilah yang di temuinya. Sehinga dalam pencarian yang melelahkan itu,dari
lubuk hatinya yang duka tercetus seuntai ‘syi’ir yang meremukan setiap hati
pendengarnya,di tujukan kepada putranya yang hilang:
“kutangisi
engkau,bai Zaid,
Ku
tak tahu yang terjadi
Apakah
hidup dengan harapan bertemu kembali
Atukah
telah tiada
Demi
allah aku tak tahu
Dan
aku akan bertanya selalu
Mungkin
di lembah sana dia celaka, atau di bukit
Situ
dia binasa
Mentari
terbit mengingatkanku kepada
Rindu
kian menggoda bila senja tiba
Akan
kucari dia dibumi mana
Tiada
kujemu berkelana
Walau
unta telah merana
Kalau
tak tercapai cita-cita biarlah matibersama rindu menggelora”
Pada suatu musim
haji (masa jahily),beberapa famili zaid pergi naik haji.ketika mereka sedang
thawaf,mereka bertemu berhadap muka dengan Zaid.mereka mengenali zaid dan zaid
mengenali mereka,lalu saling bertannya dan berbicara.setelah selesai
haji,mereka pulang ke kampung dan mengabarkan kepada Haritsah apa yang mereka
lihat dan mereka dengar dari zaid.haritsah segera menyiapkan kendaraan dan uang
secukupnya untuk menebus jantung hati,penyejuk mata,anak satu-satunya.dia pergi
ke mekkah di temani saudaranya ka’ab.mereka berpacu secepatnya agar segera
sampai di makkah dan bertemu dengan jantung hatinya.tiba di makkah mereka
langsung menuju rumah Muhamad bin Abdullah
Kata mereka
“Wahai putera‘Abdul mutthalib!anda tetangga rumah allah.Anda senantiasa
membantu orang yang kesulitan:memberi makan orang lapar,dan memberi minum orang
kehausan.Kami datang kepada anda hendak menjemput anak kami yang tinggal
bersama anda.kami membawa uang secukupnya untuk tebusan.Serahkanlah anak kami
kepada kami,akan kami tebus berapa anda hendaki.”
Tanya muhamad,”siapa anak
yang tuan-tuan maksudkan?”
Jawab mereka”pelayanan
anda,Zaid bin Haritsah”
Tanya Muhamad,”tidak adakah
pilihan lain yang lebih baik lagi tuan-tuan selain menebus?”
Mereka balik
bertanya,”pilihan apa?”
Kata Muhamad “Saya akan
memanggil anak itu kemari.suruh dia memilih sendiri antara saya dan
tuan-tuan,maka dia boleh tuan-tuan bawa tanpa uang tebusan.Dan jika dia memilih
saya,demi Allah! Saya bukan tak ingin di pilihnya..”
Jawab mereka, ”itulah yang
seadil-adilnya.”
Muhamad memanggil Zaid,lalu
bertannya kepadannya,”kenalkah engkau,siapakah kedua
tuan-tuan ini?”
Kata Zaid,”ini bapakku
haritsah bin syurail,dan ini paman ku Ka’ab.”
Kata muhamad, ”sekarang pilih
oleh mu,hai Zaid! Mana yang lebih engkau sukai, pergi bersama bapak dan
pamanmu,atau tetap tinggal bersama saya?”
Zaid menjawab cepat tanpa
ragu, “aku memilihtetap tinggal bersama anda.”
Kata bapak zaid. “celaka!
Mengapa engkau lebihsuka memilih perbudakan daripada memilih bapak dan ibu
kandungmu !”
Kata zaid”karena aku tahu,
tuan ini lain daripada yang lain, aku tidak mau berpisah dengannya selamanya.”
Muhammad mengerti
apa yang diucapkan zaid itu. Mata setelah itu dia berucap begitu, diambilnya
tangan zaid lalu dibawanya keluar, kebaitul haram.Muhammad berdiri diatas hijir
hadapan masyarakat quraisyi sambil memegang tangan zaid.
Katanya kepada orang banyak, “ hai kaum
quraisyi! Saksikanlah! Ini adalah anakku yang akan mewarisi!”. setelah
mendengar pengumuman Muhammad tersebut, tenanglah hati bapak dan paman Zaid
dengan Muhammad bin’Abdullah(tidak sebagai budak seperti yang diperkirakannya,
tetapi sebagai anak yang akan mewarisinya). Mereka pulang ke desanya dengan
hati dan pikiran tentram.
Sejak hari itu
Zaid bin’haritsah dipanggil zaid Zaid bin Muhammad. Nama tersebut terus
terpakai sampai muhammad di utus Allah menjadi Nabi dan Rasul, ketia turun ayat
yang membatelkan hukum adat mengangkat anak(adopsi) seperti yang diadatkan
orang arab. Allah berfirman: “panggillah mereka dengan nama bapak mereka.”
(Qs.al-ahzab: 5).
Ketika zaid menjatuhkan
pilihannya kepada Muhammad, bukan kepada ibu dan bapaknya, dia tidak mengetahui
sama sekali keuntungan-keuntungan apa yang akan diperolehnya. Dia tidak tahu
bahwa majikannya lebih berkesan kepadanya dari pada orang tua dan familinya itu
sesungguhnya adalah penghulu segaa Nabi yang terdahulu dan yang terakhir, serta
utusan (Rasul) Allah kepada seluruh alam.
Belum terlintas
dalam pikirannya bahwa kerajaan langit akan berdiri di muka bumi, sehingga
kemakmuran dan keadilan merata di segenap plosok. Dan dia sendiri akan menjadi
batu pertama dalam pembangunan kerajaan yang besar itu. Semua itu tidak pernah
terbayang dalam pikiran Zaid. Karunia Allah hanya diberikan – Nya kepada orang
yang dikehendaki-Nya. Allah memiliki karunia yang Maha Besar.
Demikianlah,
hanya lebih kurang tujuh tahun sesudah peristiwa Zaid menjatuhkan pilihannya,
maka Allah mengutus Rasulnya denga agama yang
hak.Zaid bin Haritsah adalah orang yang pertama-tama menyatakan iman
kepada beliau dari kalangan laki-laki. Apakah yang lebih membanggakan dari pada
ini, dimana orang berlomba-lomba mendapatkannya ?. Zaid bin haritsah menjadi
orang terpercaya memegang rahasia
Rasulullah.dia senantiasa dingkat beliau menjadi pemimpin delegasi/pasukan yang
dikirim Rasulullah. Dia tunjuk beliau memerintah kota madinah menggantikan
beliau, apabilah beliau berpergian keluar kota, untuk berperang dan sebagainya.
Kalau zaid
mencintai Rasulullah melebihi cintanya kepada ibu-bapaknya, maka Rasulullah
sangat mencintainya pula. Dia tinggal bersama Rasulullah, berbaur dengan
keluarga dan anak-anak beliau. Apabilah zaid sedang tiadak, beliau rindu
kepadanya. Dan apa bila zaid tiba, beliau tampak gembira dengan kedatangannya.
Rasulullah mendidik dan mengajarnya dengan pendidikan dan pengajaranya yang
tidak seorang pun beruntung memperolehnya seperti zaid. Dengarkanlah kesaksian
‘Aisyah menggambarkan kepada kita bagaimana gembira dan mesranya Rasulullah
menyambut kedatangan zaid, ketika dia baru tibah dari suatu perjalanan. Kata
‘Aisyahnya, “pada suatu hari zaid tibah di madinah. Ketika itu Rasulullah
sedang berada di rumahku. Zaid mengetuk pintu. Rasulullah bergegas ke pintu
dengan hanya memakai kain untuk menutupi auratnya antara pusat dan lutut sambil
menarik baju untuk dikenakannya. Lalu Rasulullah memeluk dan menciumi zaid.
Demi Allah! Tidak pernah saya melihat beliau seperti itu sebelum dan
sesudahnya.”
Memang, kasih
sayang kepada Zaid terkenaldan sudah menjadi pengetahuan umum dikaangan kaum
muslimin. Karenanya kaum muslimin
menggelari Zaid dengan “Zaid ibnu al-hib”(Zaid anak kesayangan Rasulullah). Dan
kemudian anak Zaid yang bernama usamah, digelari mereka pula dengan “Hib ibnu
Hib” (anak kesyangan dari anak kesayangan Rasulullah). Gelar-gelar itu masyhur
dalam masyarakat kaum muslimin. Tahun keelapan Hijriyah, Allah Yang Maha Tinggi
kebijaksanaan-Nya bekehendak untuk menguji hamba-hamba-Nya dengan memisahkan
orng yang sayang menyayangi itu.
Rasulullah
mengutus Harits bin ‘Umair Al-Azdy dengan sepucuk surat dari beliau kepada Raja
Bushra,mengajaknya masuk islam.Sampai di Mu’tah,sebelah timur Yordan,seorang
pembesar Bani Ghassan,yaitu Syurahbil bin ‘Amr menangkap harits, lalu harits di
bunuhnya. Rasulullah sangat marah, karena sesungguhnya seorang utusan tidak
boleh di bunuh. Maka beliau siapkan tiga ribu tentara untuk memerangi Mu’tah.
Beliau anak kesayangannya Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan tersebut.
Kata beliau, “jika Zaid gugur, maka pimpinan harus di gantikan oleh Ja’far bin
Abu Thalib. Jika Ja’far gugur pula, pimpinan harus di ambil alih oleh ’Abdullah
bin Rawahah. Jika Abdullah gugur pula,maka pimpinan di pilih oleh seseorang
kaum muslimin diantara kita.”
Pasuakn berangkat
sehinggasampai di ma;an, sebelah timur yordan. Sampai disana ternyata heraklius
penguasa Rum telah siap menunggu sengan seratus ribu kaum musyrikin ‘Arab.
Jumlah tentara yang sebesar itu berkumpul tidak jauh dari posisi tentara muslim.
Kaum muslimin bermalam dua
malam, memusyawarakan kebijakan yang harus mereka ambil. Ada yang mengusulkan
supaya mengirim surat kepada Rasulullah. Melaporkan situasi dan jumlah musuh,
dan menununggu perintah selanjutnya. Yang lain mengatakan, “Demi Allah! Kita
tidak berperang karena bilangan, mengandalan kekuatan senjata dan jumlah yang
banyak. Kta berperang demi agama ini. Karena ini maju terus seperti rencana
semula. Allah telah menjamin bagi kita salah satu dari keuntungan: menang
perang atau mati syahid.
Kedua bertemu di mu’tah. Kaum
muslimin berperangmencenggangkan tentara rum dan menyebabkan mereka hormat
penuh ketakutan. Tiga ribu tentara menghadapi duaratus ribu musuh.
Zaid bin Harutsah
bertempur mempertahankan bendera rasulullah dengan semangat dan keberanian yang
tak ada taranya dalam sejarah kepalahwanan. Sampai tubuhnya remuk terkena seratus
anak panah, kemudian dia jatuh terbanting bermandikan darah . dia syahid
menemui allah sambil mengibarkan bendera rasulullah.
Bendera komando itu segera di
rebut oleh ja’far bin abi thalib sebagai komandan pengganti pertama. ja’far
bertarung dan mengibarkan bendera komando, sehingga dia syahid pula menyusul
zaid. Bendera komando segera pula di raih abdullah bin rawaha’ah. tetapi
kemudian abdullah terkena panah musuh oleh pemanah jitu. diapun syahid menyusul
ke dua sahabat yang mendahuluinya.
Kaum muslimin memilih kholit
bin walid menjadi komandan pengganti. ketika itu khalid baru beberapa lama
masuk islam. dia menyerah kan tentara nya dan menyelamatkan mereka dari medan
bakti.
Berita perang dan
tewas nya tiga orang perwira yang di angkat rasulullah segera sampai kepada
beliau. beliau sangat sedih menerima berita tersebut. rasulullah pergi
mengunjungi warga mereka untuk menghibur. ketika rasulullah datang di rumah
zaid bin haritsah, anak zaid yang masih kecil menggapai beliau sambil menangis.
melihat kenyataan seperti itu rasullah terharu lalu beliau menangis pula sehingga
tangis nya deras kedengaran.
Kata sa’ad bin ubadah, “mengapa
anda menjadi begini ya rasulullah?”
Jawab beliau, ‘ini tangissan
bapak menangisi anak yang di kasih nya
SA’ID BIN ZAID
“ Wahai
allah,jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, jaganlah
anakku Sa’id di haramkan pula dari padannya.”(Doa Zaid untuk anaknya Sa’id)
ZAID BIN AMR BIN
NUFAIL berdiri di tengah-tengah orang banyak yang berdesak-desakan
menyaksikan kaum Quraisy berpesta merayakan salah satu hari besar mereka. Kaum
pria memakai serban sundusi yang mahal,yang kelihatannya seperti kerusung Yaman
yang lebih mahal.Kaum wanita dan anak-anak berpakaian bagus dan warnanya
menyala,dan megenakan perihasan indah-indah. Hewan-hewan ternak pun di pakaikan
bermacam-macam perhiasan di tarik orang untuk di sembelih di hadapan
patung-parung yang mereka sembah.
Zaid bersandar ke dinding Ka’bah seraya
berkata, ”hai kaum Quraisy! Hewan itu di ciptakan oleh Allah.Dialah yang
menurunkan hujan dari langit supaya hewan-hewan itu minum sepuas-puasnya.
Dialah yang menumbuhkan rumput-rumputan,supaya hewan-hewan itu makan
sekenyang-kenyangnya.kemudian kalian sembelih hewan-hewan itu tanpa menyebut
nama ALLAH.sunguh bodoh dan sesat kalian.” Al-Khatthab ayah “Umar bin Khatthab
berdiri menghampiri Zaid, lalu ditamparnya Zaid. Kata al-khatthab, “kurang ajar
kau! Kami sudah sering mendengar kata-katamu yang kotor itu. Namun kami biarkan
saja. Kini kesabaran kami sudah habis! Kemudian dihasutnya orang-orang bodoh
supaya menyakiti Zaid. Zaid benar-benar di sakiti merekadengan sungguh-sungguh
sehingga dia terpaksa menyingkir dari kota makkah ke bukit Hira’.
Al-Khatthab menyerahkan urusan Zaid kepada
sekelompok pemuda quraisy untuk menghalangi-halanginya masuk kota. Karena itu
Zaid terpaksa pulang dengan sembunyi-sembunyi. Kemudian Zaid bin ‘Amr bin
Nufail berkumpul ketika orang-orang Quraisy lengah bersama-sama dengan waraqah
bin naufal. ‘Abdullah bin Jahsy, ‘Utman bin Harits, dan Umaimah binti ‘Abdul
‘Muthalib bibiNabi Muhammad Saw. Mereka
berbicara mengenai kepercayaan masyarakat Arab yang sudah jauh tersesat. Kata
Zaid, “Demi Allah! Sesungguhnya saudara-saudara sudah maklum bangsa kita sudah
tidak mempunyai agama. Mereka sudah sesat dan menyeleweng dari agama ibrahim
yang lurus. Karena itu marilah kita pelajari suatu agama yang dapat kita pegang
jika saudara-saudara ingin beruntung.”
Keempat orang itu pergi menemui
pendeta-pendeta yahudi, nasarani, dan pemimpin-pemimpin agama lain untuk
menyelidiki dan mempelajari agama ibrahim yang murni. Waraqah bin naufal
menyakini agama nasarani. ‘Abdullah bib Jashy dan ‘Utsman bin Harits tidak
menemukan apa-apa. Sedangkan Zaid bib Amr bin nufail mengalami kisa tersendiri.
Marilah kita dengar ceritannya.
Kata Zaid, “saya pelajari agama yahudi dan
nasarani. Tetapi keduanya saya tinggalkan karena saya tidak memperoleh sesuatu
yang dapat menentramkan hati saya dalam kedua agama tersebut. Lalu saya
berkelana ke seluruh pelosok mencari
agama ibrahim. Ketika saya sampai ke negeri syam, saya diberitahukan tentang
seorang rahib yang mengerti ilmu kitab. Maka saya datangi rahib tersebut, lalu
saya ceritakan kepadanya pengalaman saya belajar agama.” Kata rahib tersebut,
“Saya tahu anda sedang mencari agama ibrahim, hai putrah makkah.”
Jawabku, “Betul, itulah yang saya
inginkan!”
Kata rahib, “anda mencari agama yang dewasa
ini sudah tak mungkin lagi ditemukan. Tetapi pulanglah anda ke negeri anda.
Allah akan membangkitkan seorang nabi di tengah-tengah bangsa anda untuk
menyempurnakan agama ibrahim. Bila anda bertemu dengan dia, tetaplah anda
bersamanya.” Zaid berhenti berkelana. Dia kembali ke makkah menunggu nabi yang
dijanjikan. Ketika zaid sedang dalam perjalanan pulang Allah mengutus muhammad
menjadi Nabi dan Rasul dengan agama yangg hak. Tetapi zaidbelum sempat bertemu
dengan beliau, dia dihadang perampok-perampok badui di tengah jalan danterbunuh
sebelum dia sampai kembali ke makkah. Waktu dia akan menghembuskan nafasnya
yang terakhir, Zaid menengadah ke langit dan berkata, “Wahai Allah! Jika engkau
mengharamkanku dari agama lurus ini. Maka janganlah anakku said diharamkan pula
dari padanya.”
Allah
memperkenankan do’a Zaid. Serentak Rasulullah mengajak orang banyak masuk
islam, sa’id segerah memenuhi panggilan beliau, menjadi pelopor orang-orang
yang beriman dengan Allan dan membenarkan kerasulan Nabi-Nya, Muhammad Saw.!
Tidak
mengherankan kalau sa’id secepat itu memperkenankan seruan muhammad. Sa’id
lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga yang mencela dan mengingkari
kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy yang sesat itu. Sa’id dididik
dalam kamar seorang ayah yang sepanjag hidupnya giat mencari agama yang hak.
Bahkan dia mati ketika sedang berlari kepayahan mengejar agama yang hak. Sa’id
masuk islam tidak seorang diri. Dia masuk islam bersama istrinya, Fathimah
binti Al-khatthab, adik perempua umar bin khatthab. Karena pemuda Quraisy ini
masuk islam, dia disakiti dan dianiaya, dipaksa oleh kaumnya supaya kembali
kepada agama mereka. Tetapi jangankan orang Quraisy berhasil mengembalikan
Sa’id suami istri kepada kepercayaan nenek moyang mereka, sebaliknya sa’id dan
istrinya sanggup menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot baik
fisik maupun intelektualnya dalam islam. Mereka berdualah yang telah
menyebabkan ‘Umar bin khatthab masuk islam.
Sa’id
bin Zaid bin ‘amr bin Nufail membankitkan segenap daya dan tenaganya yang muda
untuk berkhidmat kepada islam. Ketika dia masuk islam umurnya belum lebih dari
dua puluh tahun. Dia turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap
peperangan, selain peperangan badar. Ketika itu dia sedang melaksanakan suatu
tugas penting lainnya yang ditugaskan Rasulullah kepadanya. Dia turut mengambil
bagian bersama-sama kaum muslimin mencabut singgasana Kisra persia dan
menggulingkan ke kaisaran Rum. Dalam setiap peperangan yang dihadapi kaum
muslimin dia selalu memperlihatkan penampilan dengan reputasi terpuji. Agaknya
yang paling mengejutkan ialah reputasinya yang tercacat dalam peperanga yarmuk.
Marilah kita dengarkan sedikit kisahnya pada hari itu.
Berkata
sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nafail, “ketika terjadi perang yarmuk pasukan kami
hanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Rum yang kami hadapi
berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah
yang mantap bagaikan sebua bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi
dimuka sekali berbaris pendeta-pendeta,
perwira-perwira tinggi/palingma-panglima dan paderi-paderi yang membawa kayu
salib sambil mengeraskan suara membaca do’a. Do’a itu diulang-ulang oleh tentara
yang berbaris di bellakang mereka dengan suara mengguntur.”
Tatkalah
tentara kaum muslimin melihat musuh mereka seperti itu, kebanyakan mereka
terkejut, lalu timbul takut di hati mereka. Abu ‘Ubaidah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka.
Kata abu ‘Ubaidah dalam pidatonya, antara lain, “wahai hamba-hamba Allah!
Menangkan agama Allah! Pasti Allah akan menolong kamu, dan memberikan kekuatan
kepada kamu! Wahai hamba-hamba Allah! Tabahkan hati kalian! Karena ketabahan
adalah jalan lepas dari kekafiran; jalan mencapai keridhaan Allah, dan menolak
kehinaan. Siapakah lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah
dalam hati kalian masing-masing.
Tungguh perintah dari saya selanjutnya!
Insya Allah!”
Kemudian
sa’id melanjutkan ceritanya.tiba-tiba seorang prajurit muslim keluar dari
barisan dan berkata kepada Abu ‘Ubaidah, “saya ingin syahid sekarang. Adakah
pesan-pesan anda kepada Rasulullah?”
Jawab
abu ‘ubaidah, “Ya, ada! Sampaikan salam saya dan salam kaum muslimin kepada
beliau, sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan kepada tuhan
kami benar-benar terbukti!” sesudah dia mengucapkan kata-katanya itu, saya
lihat dia menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah. Saya
membanting diri ke tanah, dan berdiri diatas lutut saya. Saya bidikkan lembing
saya, lalu saya melompat menghadang musuh. Tanpa terasa, perasaan takut
lenyapdengan sendirinya di hati saya. Tentara muslimin bangkit menyerbu tentara
Rum. Perang berkecamuk segera berkobar dengan hebat. Akhirnya Allah memenangkan
kaum muslimin.
Sesudah
itu sa’id bin Zaid turut berperang menaklukkan Damasyiq. Setelah kaum muslimin
memperlihatkan kepatuhan, abu ‘ubaidah bin jarrah mengangkat sa’id bin zaid.
Menjadi wali disana. Dialah wali kota pertama dari kaum muslimin setelah kota
dikuasai. Dalam masa pemerintahan bani umaiyah, merebak suatu isyu dalam waktu
yang lama di kalangan penduduk yatsrib terhadap sa’id bin zaid. Yakni seorang
wanita bernama arwa binti uwais menuduh sa’id bin zaid telah merampas tanahnya
dan menggabungkannya dengan tanah sa’id sendiri. Wanita tersebut
menyebar-menyebarkan tuduhannya itu ke seantero kaum muslimin , dan kemudian
mengadukan perkaranya kepada marwan bin hakam, wali kota madinah ketika itu.
Marwan mengirim
beberapa petuga kepada sa’id menanyakan perihal tuduhan wanita tersebut.
Sahabat Rasulullah ini merasa prihatin
atas tuduhan yang dituduhkan kepadanya itu. Kata sa’id, “dia menuduhku
menzaliminya (merampas tanahnya yang berbatasan dengan tanah saya). Bagaimana
mungkin saya menzaliminya, padahal saya telah mendengar Rasulullah bersabda:
siapa saja yang mengambil tanah orang lain walaupun sejengkal,nanti di hari
kiamat Allah akan memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya. Wahai Allah! Dia
menuduh saya menzaliminya. Seandainya tuduhannya itu palsu, butahkanlah matanya
dan ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya dengan saya. Buktikanlah
kepada kaum muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adalah hak saya dan bahwa
saya tidak pernah menzaliminya.”
Tidak berapa
kemudian, terjadi banjir yang belum pernah terjadi seperti itu sebelunya. Maka
tebukalah tanda batas tanah sa’id dan tanah arwa yang mereka perselisihkan.
Kaum muslimin memperoleh bukti, sa’idlah yang benar, sedangkan tuduhan wanita
itu palsu. Hanya sebulan sesudah itu, wanita tersebut menjadi buta. Ketika dia
berjalan meraba-raba di tanah yang dipersengketkannya, dia pun jatuh ke dalam
sumur. Perisiwa itu sesungguhnya tidak begitu menherankan. Karena rasulullah
bersabda:
“takutilah do’a orang teraniaya. Karena
antara dia dengan allah tidak ada batas.
Maka apapulah lagi kalau yang
teraniaya salah seorang dari sepuluh sahabat yang telah dijamin beliau masuk
surga, sa’id bin zaid.